BIMBINGAN TEMAN SEBAYA (BTS)
Pengertian BTS (Bimbingan Teman Sebaya)
Bimbingan teman sebaya adalah program bimbingan yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa yang lainnya. Siswa yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh konselor. Siswa yang menjadi pembimbing berfungsi sebagai mentor atau tutor yang membantu siswa lain dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik akademik maupun non-akademik. Di samping itu dia juga berfungsi sebagai mediator yang membantu konselor dengan cara memberikan informasi tentang kondisi, perkembangan, atau masalah siswa yang perlu mendapat layanan bantuan bimbingan atau bimbingan. Program bimbingan teman sebaya mempunyai alasan-alasan yang rasional, terstuktur, aktifitasnya khas atau spesifik, personal yang melakukannya juga khusus dan diorganisir secara terus menerus. Program ini merupakan usaha mempengaruhi (memperbaiki tingkah laku yang dimiliki oleh siswa), yaitu tingkah laku yang dapat membedakan antara tingkah laku yang pantas dengan tidak pantas, dan menggunakan tingkah laku yang pantas menjadi identitas pribadi yang diharapkan, serta menemukan berbagai cara pemecahkan masalah, dan memberikan pengalaman yang memberikan motifasi mengikuti pelatihan untuk pengembangan diri mereka sebagai orang dewasa yang matang dan bertanggung jawab.
Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar.Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991). Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya (Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993; Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan sebagainya (Conger, 1991).
2.2 Tujuan Bimbingan Teman Sebaya
Tujuan Umum
Secara umum tujuan BTS adalah membantu menyukseskan program Bimbingan dan Bimbingan di sekolah dalam rangka mengoptimalkan perkembangan siswa.
Tujuan Khusus
1. Untuk siswa yang dibimbing (SISBIN) tujuan BTS adalah membantu siswa yang bersangkutan. (SISBIN) untuk memperoleh kesempatan dalam.
a. Mengembangkan hubungan sosial dan kedekatan dengan teman sebaya.
b. Mengentaskan permasalahan yang dihadapi.
c. Mengembangkan potensi secara optimal.
d. Memanfaatkan sebesar-besarnya pelayanan Bimbingan dan Bimbingan di sekolah.
2. Untuk siswa yang memberikan bantuan (SISBAN), tujuan BTS adalah memberikan kesempatan kepada siswa (SISBAN) dalam :
a) Meningkatkan kepedulian dan kebersamaan terhadap siswa lain.
b) Meningkatkan kualitas pribadi, khususnya dalam bersosialisasi dan menyikapi siswa lain yang bermasalah.
c) Mengembangkan potensi dan peranannya dalam membantu siswa lain.
d) Memotivasi siswa teman sebayanya untuk mencari upaya pengentasan masalah-masalah yang dialami dan memanfaatkan pelayanan Bimbingan Bimbingan.
2.3 Alasan yang mendasari perlunya bimbingan teman sebaya
Ada sembilan alasan yang mendasari perlunya bimbingan teman sebaya (Carr,1981; Busri Endang, 2012).
1. Hanya beberapa siswa yang bersedia berkonsultasi langsung dengan konselor. Para siswa lebih sering menjadikan teman-teman mereka sebagai suber yang diharapkan dapat membantu memecahkan masalah yang mereka hadapi. Mereka menjadikan teman0teman mereka sebagai sumber pertama dalam mempertimbangkan pengambilan keputusan pribadi, perencanaan karir dan bagaimana melanjutkan pendidikan formal mereka.
2. Berbagai keterampilan terkait dalam pemberian bantuanyang efektif dapat dipelajari oleh orang awam sekalipun termasuk para profesional, dapat dikuasai oleh siswa SMP. SMA maupun SD.
3. Berbagai penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa dikalangan remaja, kesiapan atau kebutuhan akan teman merupakan salah satu diantara lima hal yang paling menjadi perhatian remaja. Hubungan pertemanan bagi remaja seringkali menjadi sumber terbesar bagi terpenuhinya rasa senang dan juga dapat menjadi sumber fristasi yang paling mendalam. Kenyataam ini menunjukkan bahwa teman memungkinkan untuk saling bantu satu sama lain dengan cara unik dan tidak dapat diduga oleh orang tua maupun para pendidik. Para siswa SMA menjelaskan seorang teman sebagai orang yang mau mendengarkan, mau membantu, dan dapat berkomunikasi secara mendalam. Persahabatan ditandai dengan kesediaan untuk saling membantu satu dengan yang lainnya.
4. Dasar keempat penggunaan siswa untuk membantu siswa lainnya muncul dari penekanan usaha preventif. Program preventif memiliku dua sisi:
a). Kebutuhan untuk memperkuat siswa dalam menghadapi pengaruh-pengaruh yang membahayakan (melalui pemberian keterampilan pemecahan masalah secara efektif).
b). Pada saat yang sama mengurangi insiden faktor-faktor deskriktof secara psikologis yang terjadi dalam lingkungan misalnya dengan mengeliminasi lingkunan yang kurang mendukung.
5. siswa perlu memiliku kopetensi ( menjadi kuat), perlu kecerdasan (bukan akademuk, tetepi memahami suasana), pengambilan peran tanggung jawab (menjadi terhormat) dan harga diri (menjadi bermakna dan dapat dipahami). Para siswa memahami bagaimana kuatnya kebutuhan-kebutuhan tersebut. Sebagian orang tua kurang memahami kebutuhan ini sehingga sering kali mencari sesama remaja yang memiliki perasaan yang sama, mencari teman yang mau mendengarkan dan bukan untuk memecahkan atau tidak memecahkan problemnya, tetapi mencari orang yang mau menerima dan memahami dirinya.
6. suatu issue kunci pada masa remaja adalah kemandirian. Suatu hal yang penting bagi orang dewasa untuk memahami kemandirian dalam kaitannya dengan perspektif budaya teman sebaya. Para pendidik dan konselor kadang kala kurang sensitif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada kelompok sebaya.
7. secara umum penelitian-penelitin tantang tutor sebaya, menunjukkan bahwa penggunaan tutor sebaya (teman sebaya) dapat memperbaiki prestasi atau harga diri siswa-siswa lainnya. Beberapa siswa lebih senang belajar dari teman sebayanya.
8. peningkatan kemampuan untuk dapat membantu diri sendiri atau kelompok yang saling membantu juga merupakan dasar dari perlunya bimbingan sebaya. Pada dasarnya kelompok ini dibentuk oleh sesama teman sebaya yang saling membutuhkan dan sering tidak terjangkau atau tidak mau menggunakan layanan-layanan yang telah disediakan oleh lembaga bimbingan bimbingan.
9. layanan-layanan profesional dari waktu kewaktu terus bertambah, dengan ongkos layanan tidak terjangkau oleh sebagian remaja, sementara problem remaja semakin meningkat, dan tidak semua dapat terjangkau oleh layanan formal.
Bimbingan teman sebaya sangat kuat menempatka keterampilan-keterampilan komunikasi untuk memfasilitasi eksplorasi diri dan pembuatan keputusan. SISBAN bukanlah konselor yang profesional atau ahli terapi. SISBAN adalah para siswa (remaja) yang memberikan bantua pada siswa lain dibawah bimbingan konselor ahli. Dalam bimbingan sebaya peran dan kehadiran konselor ahli tetap diperlukan.
SISBAN yang direkrut dari jaringan kerja sosial memungkinkan tejadinya sejumlah kontak yang spontan dan informal. Kontak-kontak yang demikian memiliki multilying impact pada berbagai aspek dari remaja lainnya. Kontak-kontak tesebut jugga dapat memperbaiki atau meningkatkan iklim sosial dan dapat menjadi jembatan penghubung antar konselor profesional dengan siswa (remaja) yang tidak sempat atau tidak bersedia berjumpa dengan konselor.
Bimbingan teman sebaya adalah program bimbingan yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa yang lainnya. Siswa yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh konselor. Siswa yang menjadi pembimbing berfungsi sebagai mentor atau tutor yang membantu siswa lain dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik akademik maupun non-akademik. Di samping itu dia juga berfungsi sebagai mediator yang membantu konselor dengan cara memberikan informasi tentang kondisi, perkembangan, atau masalah siswa yang perlu mendapat layanan bantuan bimbingan atau bimbingan. Program bimbingan teman sebaya mempunyai alasan-alasan yang rasional, terstuktur, aktifitasnya khas atau spesifik, personal yang melakukannya juga khusus dan diorganisir secara terus menerus. Program ini merupakan usaha mempengaruhi (memperbaiki tingkah laku yang dimiliki oleh siswa), yaitu tingkah laku yang dapat membedakan antara tingkah laku yang pantas dengan tidak pantas, dan menggunakan tingkah laku yang pantas menjadi identitas pribadi yang diharapkan, serta menemukan berbagai cara pemecahkan masalah, dan memberikan pengalaman yang memberikan motifasi mengikuti pelatihan untuk pengembangan diri mereka sebagai orang dewasa yang matang dan bertanggung jawab.
Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar.Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991). Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya (Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993; Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan sebagainya (Conger, 1991).
2.2 Tujuan Bimbingan Teman Sebaya
Tujuan Umum
Secara umum tujuan BTS adalah membantu menyukseskan program Bimbingan dan Bimbingan di sekolah dalam rangka mengoptimalkan perkembangan siswa.
Tujuan Khusus
1. Untuk siswa yang dibimbing (SISBIN) tujuan BTS adalah membantu siswa yang bersangkutan. (SISBIN) untuk memperoleh kesempatan dalam.
a. Mengembangkan hubungan sosial dan kedekatan dengan teman sebaya.
b. Mengentaskan permasalahan yang dihadapi.
c. Mengembangkan potensi secara optimal.
d. Memanfaatkan sebesar-besarnya pelayanan Bimbingan dan Bimbingan di sekolah.
2. Untuk siswa yang memberikan bantuan (SISBAN), tujuan BTS adalah memberikan kesempatan kepada siswa (SISBAN) dalam :
a) Meningkatkan kepedulian dan kebersamaan terhadap siswa lain.
b) Meningkatkan kualitas pribadi, khususnya dalam bersosialisasi dan menyikapi siswa lain yang bermasalah.
c) Mengembangkan potensi dan peranannya dalam membantu siswa lain.
d) Memotivasi siswa teman sebayanya untuk mencari upaya pengentasan masalah-masalah yang dialami dan memanfaatkan pelayanan Bimbingan Bimbingan.
2.3 Alasan yang mendasari perlunya bimbingan teman sebaya
Ada sembilan alasan yang mendasari perlunya bimbingan teman sebaya (Carr,1981; Busri Endang, 2012).
1. Hanya beberapa siswa yang bersedia berkonsultasi langsung dengan konselor. Para siswa lebih sering menjadikan teman-teman mereka sebagai suber yang diharapkan dapat membantu memecahkan masalah yang mereka hadapi. Mereka menjadikan teman0teman mereka sebagai sumber pertama dalam mempertimbangkan pengambilan keputusan pribadi, perencanaan karir dan bagaimana melanjutkan pendidikan formal mereka.
2. Berbagai keterampilan terkait dalam pemberian bantuanyang efektif dapat dipelajari oleh orang awam sekalipun termasuk para profesional, dapat dikuasai oleh siswa SMP. SMA maupun SD.
3. Berbagai penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa dikalangan remaja, kesiapan atau kebutuhan akan teman merupakan salah satu diantara lima hal yang paling menjadi perhatian remaja. Hubungan pertemanan bagi remaja seringkali menjadi sumber terbesar bagi terpenuhinya rasa senang dan juga dapat menjadi sumber fristasi yang paling mendalam. Kenyataam ini menunjukkan bahwa teman memungkinkan untuk saling bantu satu sama lain dengan cara unik dan tidak dapat diduga oleh orang tua maupun para pendidik. Para siswa SMA menjelaskan seorang teman sebagai orang yang mau mendengarkan, mau membantu, dan dapat berkomunikasi secara mendalam. Persahabatan ditandai dengan kesediaan untuk saling membantu satu dengan yang lainnya.
4. Dasar keempat penggunaan siswa untuk membantu siswa lainnya muncul dari penekanan usaha preventif. Program preventif memiliku dua sisi:
a). Kebutuhan untuk memperkuat siswa dalam menghadapi pengaruh-pengaruh yang membahayakan (melalui pemberian keterampilan pemecahan masalah secara efektif).
b). Pada saat yang sama mengurangi insiden faktor-faktor deskriktof secara psikologis yang terjadi dalam lingkungan misalnya dengan mengeliminasi lingkunan yang kurang mendukung.
5. siswa perlu memiliku kopetensi ( menjadi kuat), perlu kecerdasan (bukan akademuk, tetepi memahami suasana), pengambilan peran tanggung jawab (menjadi terhormat) dan harga diri (menjadi bermakna dan dapat dipahami). Para siswa memahami bagaimana kuatnya kebutuhan-kebutuhan tersebut. Sebagian orang tua kurang memahami kebutuhan ini sehingga sering kali mencari sesama remaja yang memiliki perasaan yang sama, mencari teman yang mau mendengarkan dan bukan untuk memecahkan atau tidak memecahkan problemnya, tetapi mencari orang yang mau menerima dan memahami dirinya.
6. suatu issue kunci pada masa remaja adalah kemandirian. Suatu hal yang penting bagi orang dewasa untuk memahami kemandirian dalam kaitannya dengan perspektif budaya teman sebaya. Para pendidik dan konselor kadang kala kurang sensitif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada kelompok sebaya.
7. secara umum penelitian-penelitin tantang tutor sebaya, menunjukkan bahwa penggunaan tutor sebaya (teman sebaya) dapat memperbaiki prestasi atau harga diri siswa-siswa lainnya. Beberapa siswa lebih senang belajar dari teman sebayanya.
8. peningkatan kemampuan untuk dapat membantu diri sendiri atau kelompok yang saling membantu juga merupakan dasar dari perlunya bimbingan sebaya. Pada dasarnya kelompok ini dibentuk oleh sesama teman sebaya yang saling membutuhkan dan sering tidak terjangkau atau tidak mau menggunakan layanan-layanan yang telah disediakan oleh lembaga bimbingan bimbingan.
9. layanan-layanan profesional dari waktu kewaktu terus bertambah, dengan ongkos layanan tidak terjangkau oleh sebagian remaja, sementara problem remaja semakin meningkat, dan tidak semua dapat terjangkau oleh layanan formal.
Bimbingan teman sebaya sangat kuat menempatka keterampilan-keterampilan komunikasi untuk memfasilitasi eksplorasi diri dan pembuatan keputusan. SISBAN bukanlah konselor yang profesional atau ahli terapi. SISBAN adalah para siswa (remaja) yang memberikan bantua pada siswa lain dibawah bimbingan konselor ahli. Dalam bimbingan sebaya peran dan kehadiran konselor ahli tetap diperlukan.
SISBAN yang direkrut dari jaringan kerja sosial memungkinkan tejadinya sejumlah kontak yang spontan dan informal. Kontak-kontak yang demikian memiliki multilying impact pada berbagai aspek dari remaja lainnya. Kontak-kontak tesebut jugga dapat memperbaiki atau meningkatkan iklim sosial dan dapat menjadi jembatan penghubung antar konselor profesional dengan siswa (remaja) yang tidak sempat atau tidak bersedia berjumpa dengan konselor.
Contoh kasus : Ikin adalah siswa
kelas VIII SMP 1 negeri bulakamba brebes. Ia berasal dari keluarga petani yang
terbilang cukup secara sosial ekonomi di desa pedalaman kurang lebih 1 km dari
rumah ke sekolah, sebagai anak pertama semula orang tuanya berharap agar
anaknya setelah pulang dari sekolah ia bisa menjaga adiknya yang masih kecil.
Tetapi pulang dari sekolah ia kerja di conter sebagai penjaga pulsa milik tantenya, sejak kerja ia
mendapatkan uang kurang lebih 20.000ribu per hari tetapi uang tersebut di
gunakan untuk membeli rokok dan sisa untuk senang-senamg sendiri. Sejak bergaul
dengan anak PGRI ( cenderung anak nakal ) ia mengikuti kebiasaan mereka yaitu
ikut-ikutan merokok secara sembuny-sembunyi di lapangan, awalnya ia coba-coba
tetapi lama kelamaan menjadi kecanduan. Akhirnya waktu untuk belajar menjadi
males karena ia lebih penting untuk merokok, tetapi lama kelamaan ia merasa
bosan bahwa merokok itu tidak enak dan rasanya pahit. Ia mengakui bahwa selama
ini apa yang dilakukan tidak baik serta dapat merugikan diri sendiri( boros
uang).
Komentar
Posting Komentar